Halaman

Minggu, 24 Juni 2012

Betapa Bangganya Aku Pada POLISI


Bila beberapa hari lalu Presiden Amerika Serikat, Barrack Husein Obama dengan keras mengkritik kinerja kepolisian yang dianggapnya rasis karena menangkap seorang dosen berkulit hitam di Harvard University, maka justru dengan tulisan ini saya ingin memuji setinggi-tingginya para abdi negara yang bernama POLISI.

Ingin rasanya kusalami dan kupeluk dengan mesra para keluarga, orang tua, pendidik, kerabat, sanak-famili, kakek-nenek, hingga rekan-rekan sejawat mereka. Mereka pasti bangga seorang, dua orang, bahkan ratusan pria yang mereka kenal menjadi seorang POLISI. Alangkah berbahagianya. Polisi merupakan abdi masyarakat, yang selalu berusaha mengamalkan 'Tri Barata Majapahit' walaupun aku tak tahu apa isinya. Mungkin sama seperti Pancasila namun lebih rumit dan sarat makna.

Alangkah bahagianya menjadi seorang polisi. Dengan seragam coklat yang nampaknya ingin menyaingi para pelajar berbaju Pramuka, sosok polisi adalah sosok dambaan para gadis remaja. Polisi adalah manusia yang punya 'taste'. Manusia yang dijadikan panutan layaknya public figure. Polisi adalah pujaan setiap insan yang memimpikan keamanan, ketenteraman, kenyamanan, dan segala bentuk kepastian hukum. Polisi ibarat sebuah perisai yang akan melindungi segenap masyarakat, dengan kekuasaan dan kedigjayaannya. Luar biasa!!

Selain itu, polisi adalah sosok pekerja keras yang tangguh. Mereka ibarat malaikat. Rutinitas di setiap awal dan akhir bulan adalah mengadakan razia lalu-lintas, penggerebekan hotel dan tempat maksiat lainnya. Dari sana mereka menerima pundi-pundi yang cukup banyak untuk diberikan kepada ayah-ibu mereka atau istri mereka. Mungkin sebagian ditabung untuk mengkredit motor atau mengganti telepon genggam. Atau malah dibelanjakan untuk menyenangkan janda-janda kesepian dan memberi makan para penjaja seks di warung remang-remang. Senang ya punya banyak obyekan. Sehingga mampu berbuat baik kepada siapa pun.

Abdi masyarakat bernama polisi ini tak akan mampu kita tiru segala tingkah polahnya. Mereka terlalu agung. Mereka cenderung tak tersentuh. Mereka merupakan pemegang teguh prinsip hukum di Indonesia. Segala bentuk hukum sudah mereka kuasai. Mereka tidak akan tunduk pada kekuatan lain selain hukum. Termasuk kekuatan uang. Mereka akan menutup mata terhadap uang. Mereka akan bangga bila mampu menjadi abdi masyarakat yang bersih tanpa kedapatan jual-beli hukum. Coba lihat, di Pos Pelayanan Masyarakat, mereka begitu konsisten dengan ajaran-ajaran dan etika profesi. Mereka menempelkan sebuah kertas bertuliskan "Tidak Dipungut Bayaran". Artinya siapapun yang ingin melaporkan sesuatu atau membutuhkan pelayanan jasa kepolisian seperti pembuatan Surat Keterangan Hilang, tidak perlu merogoh kocek. Karena mereka akan melayani dengan ramah disertai senyum yang selalu terkembang. Sehingga rasa nyaman yang mereka berikan tersebut akan membuat para pengguna layanan masyarakat sepertiku merasa sungkan bila tidak memberikan imbalan berupa uang sedikitnya sepuluh ribu rupiah kepada mereka. Dengan begitu, mereka pasti akan meningkatkan pelayanan sehingga di kemudian hari akan makin banyak pundi-pundi yang mereka terima. Lumayan deh untuk membeli sebungkus rokok dan makan Nasi Padang.

Polisi juga adalah sosok panutan yang selalu mengajarkan untuk tertib dalam hal berlalu-lintas. Walaupun mereka seringkali tidak tertib, namun sebenarnya mereka sedang menguji masyarakat, apakah mereka sudah memahami tentang konsep ketertiban yang mereka ajarkan. Ah, mulia sekali para polisi itu. Makin bangga aku pada mereka.

Sebagai sosok yang tegas dan disiplin dalam hal apapun, mereka tidak segan-segan memberikan hukuman kepada para demonstran yang mereka anggap tidak tertib dan disiplin dalam melaksanakan aksi demonstrasi. Mereka akan melakukan pemukulan dengan gagang pistol secara berulang-ulang sehingga darah di kepala akan bercucuran. Mereka sebenarnya sayang kepada para demonstran tersebut. Sehingga kasih sayang yang berlebih itu ditunjukkan seperti itu. Polisi bukan sosok yang ganas kok. Walaupun mereka suka menghantam mahasiswa dengan tongkat kemudian menendang, itu hanya bagian dari tugas yang mereka jalankan. Aku yakin mereka sebenarnya menangis dalam hati saat melakukan tindakan kekerasan. Karena selama di akademi, mereka diajarkan untuk berlaku lemah lembut kepada masyarakat, tidak pandang bulu. Mereka menutupi sikap lemah lembut tersebut dengan berlaku kejam. Bukankah tadi sudah dikatakan bahwa polisi adalah sosok malaikat? Kali ini saja mereka mentransformasikan wujud malaikat menjadi sesosok setan yang berwujud manusia.

Aku selalu mendoakan agar polisi selalu menjadi panutan bagi masyarakat. Teruskan perjuangan dalam memberantas hukum. Sebagai polisi sudah selayaknya tidak melakukan kebiadaban dan penyiksaan yang sewenang-wenang. Mereka hanya menyadari bahwa sudah seharusnya tindakan tersebut yang dilakukan. Bahkan dengan mengorbankan hati nurani. Bersikap sadis namun menangis termehek-mehek di dalam hati. Semoga Yang Maha Kuasa selalu membalas perbuatan mereka dengan balasan yang setimpal bahkan bukan hal yang tidak mungkin suatu hari nanti keluarga dan anak-anak mereka akan mendapatkan perlakuan yang sama dari polisi.

Untuk yang berkeluargakan polisi, banggalah kepada sesosok malaikat berpakaian seragam coklat tersebut. Mereka adalah sosok yang rupawan. Mereka adalah sosok yang cemerlang. Tanpa cela. Bahkan seorang pekerja keras yang setengah mati mencari pekerjaan sampingan dengan mendenda para pelanggar lalu-lintas agar dapur bisa terus mengebulkan asap dan tentunya perut terus terisi nikmatnya burger dengan daging asap.

Ah... Aku jadi lapar setelah memuji-memuji polisi. Eh, ini pujian atau bentuk satirme?? Tanya kenapa..


http://m.politikana.com/baca/2009/07/27/betapa-bangganya-aku-pada-polisi

Tidak ada komentar: